Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu
banyak dan terlalu sedikit. Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia
sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan
perasaannya dikendalikan oleh akal.
Lain
lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan lewat pemerintahan. Kong Hu
Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai
ayah, bila raja sebagai raja. Masing – masing telah melaksanakan tugasnya.
Menurut
pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban . Berdasarkan kesadaran etis,
kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban.
Dalam
dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh bung Karno adanya prinsip
kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Dalam ketetapan MPR RI
No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (ekprasetia
pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut:
Selanjutnya
untuk mewujudkan keadilan social itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu
dipupuk.
. A. Keadilan
Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Keadilan timbul karena
penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian –
bagian yang membentuk suatu masyarakat.
B. Keadilan
Distributif
Aristoteles berpendapat
bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal sama dilakukan secara sama dan
hal-hal yang tidak sama secara tidak sama ( justice is done when equals are
treated equally ).
C. Keadilan
Komutatif
Keadilan ini bertujuan
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles
pengertian keadilan itu merupakan asas perhatian dan ketertiban dalam
masyarakat.
Kejujuran atau jujur
artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang
dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Jujur juga berarti seseorang
bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang. Barangsiapa berkata
jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur lebih baik daripada orang pandai yang lancung.
Pada hakekatnya jujur
atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan
akan adanya sama hak dan kewajiban,serta rasa takut terhadap kesalahan atau
dosa. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena
kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk.
Kejujuran bersangkut erat
dengan masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah
sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Bertolok ukur hati nurani,
seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitun perasaan yang
dihayati bila ia harus menentukan pilihan hal itu baik atau buruk, benar atau
salah.Selain nilai etis yang ditunjukkan kepada sesama manusia, hati nurani,
berkaitan erat juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan.
Berbagai hal yang
menyebabkan orang tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena
pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin popular, karena
sopan santun dan mendidik. Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur
merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehiidupan manusia itu
sendiri.
Ketidakjujuran sangat
luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan manusia.
Kecurangan atau kurang identik dengan ketidakjujuran atau tidak
jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu
kecurangan sebagai lawan jujur.
Kecurangan menyebabkan
manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebih denag
tujuan agar dianggap sebagai orang paling hebat, paling kaya dan senang bila
masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-maca,m sebab
orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari manusia dengan alam sekitarnya, ada
empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek
kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik.
Dalam pewayangan soal baik dan buruk ini juga
diajukan tidak secara teori, juga tidak ditunjuk jelas apakah yang menjadi
ukuran baik. Malah ada beberapa sarjana yang mengatakan bahwa pewayangan itu
hanya menggambarkan peperangan antara yang baik dan buruk.
Nama
baik merupakan tujuan orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela.
Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang”
artinya orang orang lebih baik mati daripada
malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi
taruhannya.
Penjagaan
nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan atau boleh
dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah perbuatannya. Pada
hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau
tidak sesuai akhlak.
Ada
tiga macam godaan yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Hawa nafsu dan angan
angan bagaikan sungai dan air. Hawa nafsu yang tidak tersalurkan melalui sungai
yang baik, yang benar, akan meluap kemana mana yang akhirnya sangat berbahaya.
Untuk
memulihkan nama baik manusia harus tobat dan minta maaf.
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam
Al-Quran terdapat ayat-ayat yang
menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Pembalasan disebabkan oleh adanya
pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat.
Pada
dasarnya manusia adalah makhluk moral dan makhluk social. Dalam bergaul,
manusia harus mematuhi norma norma untuk mewujudkan mmoral itu.
Oleh
karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau
diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu.
Mempertahankan hak dan kewajiban adalah pembalasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar